Selasa, 15 Februari 2011

TASOWUF SUNNI DI INDONESIA

Tasawuf Islam: Seperti dicatat Alwi Shihab dalam bukunya "Islam Sufistik, Islam Pertama Dan Pengaruhnya hingga Kini di Indonesia": Tasawuf sendiri tidak sepi konflik, khususnya antara tasawuf sunni dan tasawuf falsafi, tatkala pada akhir abad ke-6 H bermunculan tarekat-tarekat yang sebagian besar mulai mengorientasikan pandangannya pada fiqih dan syari'at.
Tasawuf sunni dengan tokoh pertamanya yang menonjol, Ar-Raniri, menolak dan mencela tasawuf falsafinya Hamzah Fansuri. Dengan fatwa yang menyeramkan ia menjatuhkan veto kafir atas ajaran Fansuri.
Menurut Ar-Raniri, tasawuf falsafi tak lebih sebagai ajaran kebatinan dan kejawen, dan bahkan Nasrani yang berbaju Islam.
Dalam babakan sejarah peradaban Islam awal, tasawuf falsafi tak ubahnya anak haram; selalu dikejar-kejar dan disingkirkan seperti anjing kurap penyebar virus berbahaya bagi akidah. Puncak dari perseteruan itu tatkala Sitti Jenar dieksekusi mati oleh dewan wali (Wali Songo) karena dianggap telah keluar dari rel ajaran Islam murni.
Benarkah tasawuf falsafi telah menyimpang? Tampaknya tidak. Dari sinilah kita melihat bagaimana Alwi Shihab dengan jenial dan piawai melakukan rangkaian pembelaan dan anotasi kesalahan persepsi Ar-Raniri atas ajaran tasawuf Fansuri.
Menurut Alwi, Ar-Raniri menyerang Fansuri dengan tidak mengikuti pendekatan "ilmiah obyektif" melainkan cara-cara propaganda apologetik. Ia menghujat penganut tasawuf falsafi sebagai murtad yang kemudian dihalalkan darahnya dan menyebabkan jatuhnya ribuan korban yang tak berdosa.
Adalah benar, kata Alwi, Ar-Raniri cukup berjasa dalam menancapkan akar tasawuf sunni, tetapi jasa baik itu tak lantas membuat kita menutup mata dari kesewenang-wenangan fatwanya yang menyeramkan. (hlm 264)
Kesalahan fatal penganut tasawuf sunni adalah kesimpulan mereka bahwa ajaran Ronggowarsito merupakan diaspora dari tasawuf falsafi. Padahal dalam karya-karya sosok yang disebut-sebut Bapak Kebatinan Indonesia ini, seperti Suluk Jiwa, Serat Pamoring Kawula Gusti, Suluk Lukma Lelana, dan Serat Hidayat Jati, yang sering diaku-aku Ronggowarsito berdasarkan kitab dan sunnah, menyimpan beberapa kesalahan tafsir dan transformasi pemikiran yang sangat mencolok.
Bahkan, Alwi menemukan bahwa Ronggowarsito hanya mengandalkan terjemahan buku-buku tasawuf dari bahasa Jawa dan tidak melakukan perbandingan dengan naskah asli bahasa Arab. Lagi pula Ronggowarsito sendiri belum pernah bersentuhan langsung dengan karya-karya Al-Hallaj maupun Ibn 'Arabi yang merupakan maestro tasawuf falsafi.
Boleh dibilang Ronggowarsito memang tak berhasil memahami ajaran "murni" tasawuf. (hlm 266)
Maka bagi Alwi adalah aneh bila tasawuf falsafi dipresepsi sebagai aliran kebatinan dalam ajaran Hindu dan Buddha, seperti dituduhkan kalangan tasawuf sunni. Justru, seperti pengantar yang ditulis KH Abdurrahman Wahid untuk buku ini, reaksi atas perkembangan tasawuf falsafi yang rasional inilah orang Jawa mengembangkan kebatinan, doktrin-doktrin yang sinkretik, yang justru bisa diatasi ketika ajaran "panteisme" Al-Hallaj masuk lewat perantaraan Sitti Jenar. (hlm xxvi)
Belum lagi doktrin-doktrin wahdah al wujud Ibn 'Arabi dan ilmu hudhuri (iluminasi) Suhrawardi, yang juga menjadi rujukan utama tasawuf falsafi, mampu menampung kebutuhan sementara kaum kebatinan atau kaum sinkretik Hindu dan Buddha.
Oleh karena itu, sungguh tak arif rasanya bila kemudian kita mengatakan bahwa perkembangan tasawuf sunni merupakan satu-satunya variabel yang menyemarakkan aktivitas keagamaan di Nusantara. Kita juga harus menerima bahwa orang-orang berpaham kebatinan yang merupakan tetesan penerus tasawuf falsafi yang dibawa Al-'Arabi dan Al-Hallaj dan diperkenalkan Fansuri dan Sitti Jenar sebagai bagian dari penyebaran Islam.www.tasawufislam.blogspot.com

BIOGRAFI SYEKH AHMAD SHOHIBUL WAFA TAJUL 'ARIFIN QSa

Pendiri Pesantren Inabah, Suryalaya
Ahmad Shohibulwafa Tajul Arifin adalah nama asli Abah Anom. Lahir 1 Januari 1915 di Suryalaya, Tasikmalaya. Ia anak kelima dari Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad, atau Abah Sepuh, pendiri Pesantren Suryalaya. Sebuah pesantren tasawuf yang khusus mengajarkan Thariqat Qadiriyyah Naqsabandiyah (TQN).
Ia memasuki bangku sekolah dasar (Vervooleg school) di Ciamis, pada usia 8 tahun. Lima tahun kemudian melanjutkan ke madrasah tsanawiyah di kota yang sama. Usai tsanawiyah, barulah ia belajar ilmu agama Islam, secara lebih khusus di berbagai pesantren.
Ia keluar masuk berbagai macam pesantren yang ada di sekitar Jawa Barat seperti, Pesantren Cicariang dan Pesantren Jambudwipa di Cianjur untuk ilmu-ilmu alat dan ushuluddin. Sedangkan di Pesantren Cireungas, ia juga belajar ilmu silat. Minatnya untuk belajar silat diperdalam ke Pesantren Citengah yang dipimpin oleh Haji Djunaedi yang terkenal ahli “alat”, jago silat dan ahli hikmat.
Kegemarannya menuntut ilmu, menyebabkan Abah Anom menguasai berbagai macam ilmu keislaman pada usia relatif muda (18 tahun). Didukung dengan ketertarikannya pada dunia pesantren, telah mendorong ayahnya yang dedengkot Thoriqot Qadiriyah Naqsabandiyah (TQN) untuk mengajarinya dzikir TQN. Sehingga ia menjadi wakil talqin ayahnya pada usia relatif muda.
Mungkin sejak itulah, ia lebih di kenal dengan sebutan Abah Anom. Ia resmi menjadi mursyid (pembimbing) TQN di Pesantren tasawuf itu sejak tahun 1950. Sebuah masa yang rawan dengan berbagai kekerasan bersenjata antar berbagai kelompok yang ada di masyarakat, terutama antara DI/TII melawan TNI.
“Tasawuf tidak hanya produk asli Islam, tapi ia telah berhasil mengembalikan umat Islam kepada keaslian agamanya pada kurun-kurun tertentu,” tegas Abah Anom, tentang eksistensi tasawuf dalam ajaran Islam.
Tasawuf yang dipahami Abah Anom, bukanlah kebanyakan tasawuf yang cenderung mengabaikan syari’ah karena mengutamakan dhauq (rasa). Menurutnya, sufi dan pengamal tarekat tidak boleh meninggalkan ilmu syari’ah atau ilmu fiqih. Bahkan, menurutnya lagi, ilmu syari’ah adalah jalan menuju ma’rifat.
Ia, sebagaimana lazimnya sosok sufi, tak ingin terkenal. “Ia amat sulit untuk diwawancarai wartawan, karena beliau tak ingin dikenal orang,” ungkap Ustadz Wahfiudin, mubaligh Jakarta yang menjadi salah seorang muridnya.
Kendati demikian, ia bukanlah sosok sufi yang lari ke hutan-hutan dan gunung-gunung, seperti legenda sufi yang sering mampir ke telinga kita. Yang hidup untuk dirinya sendiri, dan menuding masyarakat sebagai musuh yang menghalangi dirinya dari Allah swt. Ia akrab dengan berbagai medan kehidupan, mulai dari pertanian sampai pertempuran.
Pada tahun 50-60-an kondisi perekonomian rakyat amat mengkhawatirkan. Abah Anom turun sebagai pelopor pemberdayaan ekonomi umat. Ia aktif membangun irigasi untuk mengatur pertanian, juga pembangunan kincir angin untuk pembangkit tenaga listrik.
Bahkan Abah Anom membuat semacam program swasembada beras di kalangan masyarakat Jawa Barat untuk mengantisipasi krisis pangan. Aktivitas ini telah memaksa Menteri Kesejahteraan Rakyat Suprayogi dan Jendral A. H. Nasution untuk berkunjung dan meninjau aktifitas itu di Pesantren Suryalaya.
Medan pertempuran bukanlah wilayah asing bagi Abah Anom. Pada masa-masa perang kemerdekaan, bersama Brig. Jend. Akil bahu-membahu memulihkan keamanan dan ketertiban di wilayahnya. Ketika pemberontakan PKI meletus (1965), ia bersama para santrinya melakukan perlawanan bersenjata.
Bahkan tidak hanya sampai di situ, Abah Anom membuat program “rehabilitasi ruhani” bagi para mantan PKI. Tak heran, jika Abah mendapat berbagai penghargaan dari Jawatan Rohani Islam Kodam VI Siliwangi, Gubernur Jawa Barat dan instansi lainnya.
Medan pendidikan juga tak luput dari ruang aktivitasnya. Mulai dari pendirian Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah ‘Aliyah pada tahun 1977, sampai pendirian Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah pada tahun 1986.
Kiprahnya yang utuh di berbagai bidang kehidupan manusia, ternyata berawal dari pemahamannya tentang makna zuhud. Jika kebanyakan kaum sufi berpendapat zuhud adalah meninggalkan dunia, yang berdampak pada kemunduran umat Islam. Maka menurut pendapat Abah Anom,
“Zuhud adalah qasr al-’amal artinya, pendek angan-angan, tidak banyak mengkhayal dan bersikap realistis. Jadi zuhud bukan berarti makan ala kadarnya dan berpakaian compang camping.”
Abah merujuk pada surat An-Nur ayat 37 yaitu, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan shalat, (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati menjadi guncang.”
Jadi, menurut beliau seorang yang zuhud adalah orang yang mampu mengendalikan harta kekayaannya untuk menjadi pelayannya, sedangkan ia sendiri dapat berkhidmat kepada Allah swt semata. Atau seperti dikatakan Syekh Abdul Qadir Jailani,
“Dudukkanlah dirimu bersama kehidupan duniawi, sedangkan kalbumu bersama kehidupan akhirat, dan rasamu bersama Rabbmu.”
Inabah
Mengentaskan manusia dari limbah kenistaan bukanlah perkara mudah. Abah Anom memiliki landasan teoritis yang kuat untuk merumuskan metode penyembuhan ruhani, semuanya ada dalam nama pesantren itu sendiri yaitu, Inabah.
Abah Anom menjadikan Inabah tidak hanya sekedar nama bagi pesantrennya, tapi lebih dari itu, ia adalah landasan teoritis untuk membebaskan pasien dari gangguan kejiwaan karena ketergantungan terhadap obat-obat terlarang. Dalam kacamata tasawuf, ia adalah nama sebuah peringkat ruhani (maqam), yang harus dilalui seorang sufi dalam perjalanan ruhani menuju Allah swt.
“..Salah satu hasil dari muraqabatullah adalah al-inabah yang maknanya kembali dari maksiat menuju kepada ketaatan kepada Allah swt karena merasa malu ‘melihat’ Allah,” jelas Abah yang merujuk pada kitab Taharat Al-Qulub.
Dalam teori inabah, untuk menancapkan iman dalam qalbu, tak ada cara lain kecuali dengan dzikir laa ilaha ilallah, cara ini di kalangan TQN disebut talqin. Demikian juga dalam mesikapi mereka yang dirawat di pesantren Inabah. Mereka harus diberikan ‘pedang’ untuk menghalau musuh-musuh di dalam hati mereka, pedang itu adalah dzikrullah.
Orang-orang yang dirawat di Inabah diperlakukan seperti orang yang terkena penyakit hati, yang terjebak dalam kesulitan, kebingungan dan kesedihan. Mereka telah dilalaikan dan disesatkan setan sehingga tak mampu lagi berdzikir pada-Nya. Ibarat orang yang tak memiliki senjata lagi menghadapi musuh-musuhnya. Walhasil, obat untuk mereka adalah dzikir.
Shalat adalah salah satu bentuk dzikir. Menurut pandangan Abah Anom, para pasien itu belum dapat shalat karena masih dalam keadaan mabuk (sukara), karena itu langkah awalnya adalah menyadarkan mereka dari keadaan mabuk dengan mandi junub. Apalagi sifat pemabuk adalah ghadab (pemarah), yang merupakan perbuatan syaithan yang terbuat dari api. Obatnya tiada lain kecuali air.
Jadi, selain dzikir dan shalat, untuk menyembuhkan para pasien itu digunakan metode wudlu dan mandi junub. Perpaduan kedua metode itu sampai kini tetap digunakan Abah Anom untuk mengobati para pasiennya dari yang paling ringan sampai yang paling berat, dan cukup berhasil. Buktinya, cabang Inabah tak hanya di Indonesia, di Singapura langsung berdiri sebuah cabang serta Malaysia dua buah cabang. Belum lagi tamu-tamu yang mengalir dari berbagai benua seperti Afrika, Eropa dan Amerika.
dari Suara Hidayatullah, 1999
sumber: http://muslimdelft.nl/titian_ilmu/biografi/abah_anom_sufi_yang_tak_menyendiri.php

RAHASIA DI BALIK ANGKA 165

Al-Qur'an menjelaskan bahwa Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat leher. QS. Qaaf (50) Ayat 16 : “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya”. Lalu apa kaitannya antara Kholiq (Pencipta) dengan Makhluq (Manusia)? Disinilah kita akan mengkaji bersama.

Kita perhatikan hitungan matematika dibawah ini: Kata "Allah" dalam Al-Qur'an = 142 kali. Kromoson pada inti sel manusia = 23 pasang. Kalau kita jumlahkan antara lafadz Allah yang disebutkan dalam Al-Qur'an dengan fakta ilmiah yang terdapat pada jumlah kromosom manusia yaitu 142 + 23 = 165 {Firah Allah yang memfitrahkan manusia (QS. Ar-Ruum: 30)}. Kemudian kita korelasikan dengan Mu'jizat Al-Qur'an, dimana Allah menurunkan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup bagi manusia sebanyak 30 Juz. Kalau 1 Juz mewakili 1 balok, maka angka 165 terdiri dari 3 angka yaitu 1, 6, dan 5. Kalau kita kalikan ketiga angka tersebut maka hasilnya 1 x 6 x 5 = 30 balok = 30 Juz.

Allah telah menjelaskan bahwa Dia menyukai yang ganjil "إن الله يحب الوتر". Bilangan ganjil dalam matematika dari angka 1 s/d 9 adalah 1, 3, 5, 7, dan 9. Jika dikuadratkan maka hasilnya seperti dibawah ini:
Orang arab pada zaman dulu memakai huruf sebagai tanda bilangan. Seperti huruf Romawi V = 5, X = 10, dan L = 50. Demikian juga Al-Qur'an, hurufnya adalah tanda bilangan seperti kata ABJAD. Dibawah ini adalah huruf-huruf abjad arab dan jumlah angka-angkanya tiap huruf:
Marilah kita perhatikan rahasia angka dibalik lafadz Allah! Lafadz الله terdiri dari 4 huruf yaitu ا ل ل ه yang memiliki angka dalam abjad arab 1, 30+30, 5. Kalau kita susun bilangan tersebut menjadi 1, 60, 5, maka hasilnya adalah bilangan Master = 165. (60 adalah penjumlahan dari huruf yang sama yaitu lam). Oleh karena itu kita semakin yakin dengan kekuasaan Allah sehingga kita selalu mengucapkan kalimat "Laa ilaaha illallah" sebagai tanda bahwa kita meng-Esa kan Allah.

Kita hitung lagi bilangan yang terkandung dalam kalimat "Laa ilaaha illallah" dalam bahasa arab. Hurufnya Terdiri atas
"Laa" (lam dan alif)  = 31,
"ilaha" (alif, lam dan ha') 36  dan
"illaa" = (alif Lam dan alif) 32
Allah = (Alif Lam Lam ha) = 66
Jadi "laa ilaaha illaa" jumlahnya = (31+36+32 ) = 99 yang merupakan kode dari Asmaul Husna.
Sehingga lafadz "laa ilaaha illaa" kalau ditambah "Allah" maka hasilnya 99 + 66 = 165.
Dialah Allah yang telah menyempurnakan agama dan menjadikannya rahmat bagi umat manusia.
----------------------------------------------------------------------------------------------
Huruf2 tersebut diatas di berjumlah 12 huruf.
dan jika dari hasil dikurangi 1+6+5 - 12 hurufnya = Nol (Tambahan sodara hoesein)
----------------------------------------------------------------------------------------------

Kita juga pernah membaca riwayat hadits Nabi SAW yang terdapat dalam hadits "Arba'in" yaitu: bahwa Malaikan Jibril datang kepada Nabi SAW menyerupai manusia kemudian mengajarkan 3 hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Dimana Rukun Islam = 5, Iman = 6, dan ihsan = 1. Kalau kita baca hadits tersebut sesuai dengan bacaan arab lalu kita tulis ulang jumlah rukunnya dengan menyusun angka-angkanya dari kiri ke kanan sesuai tata cara urutan penulisan angka, kita dapatkan angka = 165 (Ihsan = 1, Iman = 6, dan Islam = 5). Begitu juga kita diajarkan oleh Rasulullah SAW bilangan Magic dengan menyuruh bertasbih, tahmid, dan takbir sebanyak 33 kali setiap selesai sholat 5 waktu. Berarti 33 x 5 = 165. Subhanallah... begitu hebatnya Allah yang telah menunjukkan rahasia-Nya yang terdapat pada angka 165.

Kesimpulan:
* Lafadz Allah dalam Al-Qur'an + Kromosom Manusia adalah 142 + 23 = 165.
* 1 x 6 x 5 = 30 (30 Juz Al-Qur'an)
* "Allah menyukai yang ganjil". Jika masing-masing bilangan ganjil 1, 3, 5, 7, 9 dikuadratkan, maka hasil penjumlahannya = 165.
* Lafadz "Allah" menyusun bilangan 165
* Kode Asmaul Husna = 99. Jumlah kalimat "Laa Ilaaha illallah" adalah 99 + 66 = 165
* Islam, Iman, dan Ihsan = 165 * Tasbih, Tahmid, dan Takbir setiap selesai sholat 5 waktu adalah 33 x 5 = 165.

Rahasia apakah yang tersembunyi dibalik angka 165? Wallahu A'lam....
(Oleh: Burhan)

Tambahan : Dengan filosofi Matematika Terbalik (negatif = positip)(positip = negatif) dengan rotasi 360 derajat terbalik..
maka 165 menjadi = 516 dan 561
Bilangan 516 (5 dan 16) dan bilangan 561 (56 dan 1)
maka dapatlah Surat ke 5 ayat 16 dan surat 56 ayat 1
Dari kedua surat ini hal yang menakjubkan adalah satu surah yang berisi petunjuk/arah dan satu ayat yang menjelaskan peringatan

maka dapatlah Surat ke 5 ayat 16 yang berbunyi (arahan) :
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَهُ سُبُلَ السَّلامِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى
النُّورِ بِإِذْنِهِ وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ</span>
Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.

Surah ke 56 ayat 1 :
إِذَا وَقَعَتِ الْوَاقِعَةُ
Apabila terjadi hari kiamat..

demikian kesederhanan 165 dalam hal petunjuk(arah dan jalan) dan peringatan bagi yang tidak mengikuti arah/jalan tsb...

semoga bermanfaat..

MAKNA DZIKIR DALAM AL-QUR'AN

1. Al-Qur’an
Dzikir itu artinya al-Qur’an sebagaimana firman Allah,
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ (9)
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya(Q.S. al-Hijr: 9)
وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ (44)
Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan (Q.S. An-Nahl: 44)
أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ (28)
Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.(Q.S. Ar-Ra’du: 28)
Semua kata “dzikr” dalam ayat-ayat di atas maksudnya al-Qur’an. Imam Ibnu Qoyyim berpendapat, “Dzikrullah itu ialah al-Qur’an yang telah Allah turunkan kepada Rasul-Nya, dengannya akan tenang hati orang yang beriman, karena hati tidak akan tenang kecuali dengan iman dan yakin. Dan tidak ada jalan untuk memperoleh keimanan dan keyakinan kecuali dengan al-Qur’an
Demikian firman Allah, juga ayat
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui (An-Nahl:43)
Yang dimaksud ahli dzikir disini bukanlah yang suka membaca kalimat dzikir seperti membacalaailaha illallah 1000 kali dsb, tapi ahli dzikir di sini maksudnya ialah yang menguasai al-Qur’an dan Sunnah.
Mengapa al-Qur’an dikatakan dzikr, karena al-Qur’an berfungsi sebagai pengingat penggugah, dan penyadar. Dan arti dzikir itu sendiri ialah ingat, sadar.
Banyak bukti terjadi pada jaman Nabi saw, bagaimana orang yang asalnya tidak percaya kepada Allah, tidak mau melaksanakan perintah-Nya, dengan adanya al-Qur’an mereka menjadi sadar untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah
Pada suatu saat umar marah, ketika mendengar kabar bahwa Nabi Muhammad saw. meninggal, sambil menghunus pedang ia berseru, siapa yang mengatakan bahwa rasul telah meninggal! Lalu Abu Bakar dating menghampirinya sambil membacakan ayat, “wa maa muhammdun illa rasuul …” yang artinya “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasulApakah Jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)?” (Q.S. Ali Imran: 144), seketika itu pula umar sadar, lalu berkata, seolah-olah aku belum pernah mendengar ayat ini.
Suatu hari, Ali Zainal Abidin, cucunya Ali bin Abi Thalib, menyuruh pembantunya uantuk mebawakan air wudhu, tanpa sengaja pembantunya tersebut menumpahkan air ke kakinya serta melukainya, Ali lalu marah kepadanya, sampai-sampai mau menempeleng dan menyiksanya. Dengan tenang pembantunya, membacakan ayat tentang ciri orang yang bertakwa ialah , wal kaazhimiina ghaizha, saat itu juga Ali sadar dan menjawab, ya saya tahan amarah saya, lalu dibacakan lagi lanjutan ayat tersebut, wal ‘aafiin ‘aninnas, Ali menjawab, ya saya maafkan kamu, kemudian ia melanjutkan lagi,wallaahu yuhibbul muhsinin, lalu Ali berkata, pergilah kamu, sekarang kamu menjadi manusia yang bebas.
Inilah bukti bahwa al-Qur’an merupakan, pengingat, penggugah, dan penyadar bagi manusia.
2. Sholat
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي (14)
Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.(Q.S. Thaha: 14)
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45)
dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Q.S. Al0Ankabut: 45)
Ibnu ‘Atiyah berkata, “Sesungguhnya dalam sholat itu ada tiga hal, setiap shalat yang tidak terdapat padanya ketiga hal tersebut maka tidak dinilai shalat yang sempurna, yaitu ikhlas, rasa takut kepada allah, dan mengingat allah”
Orang Thaif adalah kaum yang paling terlambat menerima Islam, dan akhirnya mereka menerima Islam dengan persyaratan bahwa meraka hanya akan melaksanakan kewajiban shalat saja, sementara kewajiban yang lainnya, mereka belum siap melaksanakannya. Akhirnya, Rasul pun mengabulkan persyaratan mereka tersebut.
Setelah mereka menjalankan ibadah shalat, dana mersapi setiap bacaan shalat, akhirnya meraka sadar lalu menghadap Rasulullah, dan berkata, ya Rasulullah, dulu kami menolak untuk melaksanakan, zakat, shaum, dan kewajiban yang lainnya, sekarang kami sadar, dan siap untuk melaksanakan semua kewajiban yang yang diperintahkan kepada kami. Ini menjadi bukti bahwa dengan shalat yang benar, ternyata mereka menjadi sadar.
Apalagi bagi Rasulullah, jika beliau menghadapi suatu urusan yang tegang, berat, Nabi biasanya suka shalat 2 rakaat, untuk menenangkan, menyegarkan, dan berpikir lebih jernih.
Bahkan untuk menghentikan riba pun, ternyata juga dengan shalat. Setelah menerangkan riba, Allah menerangkan tentang shalat. Ternyata dengan shalat, diharapkan mampu menghentikan perbuatan riba. Demikianlah peran dan fungsi shalat, jika dihayati dengan benar, maka akan mampu membuat orang dapat meninggalkan fahsya danmunkar
3. Jum’at
Firman allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (9)
Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.(Q.S. Al-Jumu’ah:9)
Jum’at merupakan dzikrullah, yaitu sejak persiapan jum’at, shalatintizharnya, mendengarkan khutbahnya, dan shalatnya.
Nabi menggambarkan ada 3 klasifikasi orang yang melaksanakan jum’at
1. ada orang yang hadir jum’at tapi hampa nilainya
2. Ada orang yang berdo’a dan besar harapan untuk dikabul do’anya, ia menggunakan kesempatan dan waktu tersebut untuk berdo’a kepada Allah. Karena Allah pun menjajikan ada saat ijabah di waktu jum’at.
3. ada orang yang dengan jum’atnya tersebut menjadi pelebur dosa, yang ada diantara jum’at ke jum’at.
4. Dzikrullah
Firman allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42) هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا (43)
41. Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. 42. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. 43. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman. (Q.S. Al-Ahzab 41-43)
Dalam ayat ini, pertama diperintahkan agar orang-orangg beriman berdzikir kepada allah dengan dzikir yang banyak, kira-kira apa yang dimasud dzikir disini, mengingat ada ulama yang membagi dzikir itu kepada dua, dzikir dengan lisan saja dan dzikir dengan kenyataan, yaitu dengan sikap dan perilaku.
Yang dimaksud, dzikir yang banyak bukan dalam artian jumlah, seperti membaca laa ilaaha illalllah, sepuluh kali, seratus kali, seribu kali, atau tiga ribu kali, setiap malam jum’at misalnya.Padahal bilangan itu tidak ada yang banyak, seratu banyak, tapi dibanding seribu sedikit, seribu dibanding sepuluh ribu sedikit, dan seterusnya. Ini menunjukkan banyak menurut jumlah itu relative.
Kita bandingkan dengan dzikirnya orang yang munafik, “orang munafik tidak dzikir kecuali hanya sedikit saja“. Sedikit disini bukan dalam arti jumlah. Kalau orang mu’min membaca tasbih, tahmid, dan takbir 33 kali, tidak berarti orang munafiq itu membacanya dzikirnya masing-masing 10 kali.
Untuk mempraktekkan dzikir yang banyak dengan pengertian jumlah yang tadi, kadang menggunakan tasbih, tidak akan bisa dilaksanakan oleh setiap orang,
Seorang mu’min yang sadar ialah tentu saja setiap gerak langkahnya tentu saja akan ingat terhadap aturan dan ketentuan Allah di manapun merea berada.
Orang yang dzikrullah di pasar, tentu saja ia ingat bahwa tidak boleh menipu, tidak boleh berdusta, tidak boleh memanipulasi, tidak boleh berbuat curang, iangat bahwa itu semua diolarang oleeh agama Berarti ia telah berdzikir kepada Allah walaupun tidak membaca tasbih, tahmid, takbirdan sebagainya.
Yang kedua, Allah memerintahkan bertasbih kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Siang dan malam itu untuk menunjukkan waktu. Mungkin saja ada orang yang pagi sadar sore tidak, siang sadar malam tidak, dst. Oleh karena itu setiap waktu dituntut untuk dzikran katsiira, bukan dalam artian jumlah. Sementara banyak orang yang menafsirkan ayat ini dengan artian jumlah yang banyak
Misalkan wirid setelah shalat, membaca tasbih 33 kali, tahmid 33 kali, takbir 33 kali, dan tahlilsekali, jumlahnya seratus kali. Ada juga yang mengubahnya dengan laa ilaaha illalah 165 kali dengan suara yang keras dan gerakan tertentu. Dzikir dengan cara seperti ini tidak ada ketentuannya dari Rasulullah
Ada lagi dzikir khusus, katanya dalam hati manusdia itu ada beberapa bagian, manusia , untuk meni bagian ini membaca Allah 1000 kali, bagian lain 2000 kali, dst. Hal ini pun sama tida ada ketentuannya dari Rasulullah
Arti sholat dinisbahkan kepada Allah artinya memebrikan rohmat kepada manusia, shoilat dinisbahkan kepada malaikat artinya memeohonkan ampun, sholat dinisbahkan kepada manusia artinya berdo’a. Allah memberikan rahmat kepada manusia dengan menurunkan wahyunya untuk mengeluarkan manusia dari alam yang gelap ke alam yang terang benderang.
Imam al-Maraghi berkata, “Ingatlah kepada Allah dengan hati kamu, lisan kamu dan seluruh anggotamu dengan dzikir yang banyak dalam setiap keadaan kamu dengan penuh kesungguhan“.
Ada orang yang dzikir hanya dengan lisan saja, tapi tidak sadar, tidak disertai dengan hati. Seperti seorang anak kecil yang bernyanyi, “bangun tidur kuterus mandi, tidak lupa menggosok gigi, ..”. ketika disuruh mandi ia malah marah-marah, karena ia tidak sadar dengan apa yang diucapkannya.
Atau mungkin di satu rumah yang memiliki burung beo, ketika ada tamu yang datang, burung tersebut bersuara, ’silahkan masuk’. Walaupun sampai sepuluh kali burung tersebut mempersilahkan masuk tetap saja tamu tersebut tidak akan masuk. Tapi ketika pribuminya mengatakan ’silahkan masuk, walapun Cuma sekali, maka tamu tersebut akan masuk ke rumah. Kenapa demikian, karena burung itu berkicau, kalau manusia berbicara. Kita mungkin sering merasa do’a kita tidak dikabul oleh Allah, bisa jadi karena selama ini kita hanya berkicau seperti burung, bukannya berdo’a.
الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ (191)
(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (Q.S. Ali Imran 191)
Diantara ciri ulil albab ialah yang berdzikir dan berpikir. Ada orang yang berdzikir tapi tidak berpikir, maka akibatnya ketinggalan dalam bidang ekonomi, politik dsb. Adapula yang berpikir tapi tidak berdzikir, akibatnya orang tersebut sukses namun moralnya bejat, melakukan korupsi, manipulasi, dsb.
Nabi Isa a.s. berkata, “beruntung orang yang ucapannya mengingat Allah, diamnya bertafakur, dan pandangannya menjadi pelajaran
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ (152)
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku. (Q.S. Al-Baqarah:152)
Ibnu Sa’id bin Jubair berkata, ayat di atas maksudnya, “Ingatlah kalian dengan melaksanakan perintah-Ku maka Aku akan mengingatmu degan memberikan ampunan-Ku.
Kalau dianalogikan, jiak ada seorang istri berpesan kepada suaminya untuk selalu mengingatnya selama perjalanannya. Tentu saja cara mengingat isterinya itu ialah dengan mengingat pesan-pesannya, apa yang dimintanya, dan apa kebutuhannya, bukan dengan menyebut-nyebut namanya selama perjalanan tapi tidak ingat akan pesan-pesannya. - 22 Februari 2008
Sumber :
K.H. Aceng Zakaria